HistoriPos.com, Pohuwato — Meski proyek jalan Desa Siduwonge dengan anggaran sekitar Rp8 miliar telah selesai, kewajiban perusahaan membayar pajak Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp53 juta justru belum terpenuhi. Hal ini, mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi III DPRD Pohuwato, Selasa (17/12/2024).
RDP ini digelar sebagai tindak lanjut tuntutan Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan yang memprotes penggunaan material batu dari galian C di Desa Motolohu Selatan, yang diduga belum berizin. Dalam rapat tersebut, turut hadir perwakilan aliansi mahasiswa, Kepala BKPSDM, Kadis PUPR, serta pihak terkait lainnya.
Ketua Komisi III DPRD Pohuwato, Nasir Giasi, menegaskan bahwa masalah ini tidak hanya soal pelanggaran administrasi, tetapi juga menyangkut PAD yang harus disetorkan oleh pihak ketiga yang menggunakan material dari galian tersebut.
“Hasil evaluasi kami tadi, termasuk perusahan yang mengerjakan proyek jalan ruas di Desa Siduwonge ini dalam sistem, dengan proses pekerjaan yang sudah selesai tapi kewajiban mereka untuk membayar pajak yang bersumber dari galian C itu masih Nol rupiah, sementara beban yang bersangkutan sesuai tanggung jawabnya di RAB sebesar 53 juta,” jelas Nasir.
Nasir juga mencurigai adanya proyek lain yang mungkin menghadapi kasus serupa. Oleh karena itu, pihaknya akan mendorong evaluasi menyeluruh terhadap semua proyek yang menggunakan material dari galian C.
“Sehingga ini tidak menuntut kemungkinan ada pekerjaan-pekerjaan lain yang kemudian belum menyetorkan PAD nya ke khas daerah yang bersumber dari galian C itu sendiri,” ucap Nasir.
Nasir menegaskan, pentingnya pengawasan ketat, baik oleh pemerintah daerah maupun dinas terkait, agar setiap proyek mematuhi aturan.
“Kami memberikan warning keras kepada pihak ketiga. Jangan main-main dengan pajak, karena ini menyangkut resiko pidana. Jika pekerjaan sudah selesai, maka kewajiban membayar pajak juga harus segera diselesaikan,” lanjutnya.
Lebih menarik pada rapat tersebut, pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), mengatakan bahwa tambang batu di Motolohu Selatan memang belum mengantongi izin resmi.
“Data yang ada di kami terkait galian c atau tambang batu, setelah saya cek untuk tambang batu yang ada di Desa Motolohu Selatan itu belum berijin,” ungkapnya.
Mendengar hal itu, Nasir berharap ada solusi yang tidak hanya mengatur regulasi tambang secara jelas, tetapi juga mendukung masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sektor tersebut.
“Kami akan turun langsung meninjau tambang batu yang selama ini menjadi sumber pendapatan masyarkat lokal juga menjadi sumber keributan dari berbagai macam sisi pekerjaan proyek,” tutur Nasir.
“Tapi saya berharap ini akan lahir solusi, bagaimna masyarakat bisa menambang dan ketika menambang juga dinaungi oleh regulasi yang jelas,” harapnya.
Selain soal pajak, Komisi III turut mengevaluasi isu lain seperti keterlibatan oknum ASN, penggunaan BBM non-subsidi, dan dampak tambang batu terhadap masyarakat lokal. (Wl)