HistoriPos.com, Pohuwato – Dunia pertambangan tampak seksi dimata berbagai pihak, secara administrasi, pertambangan yang memiliki ijin disebut legal, sementara yang tak memiliki ijin disebut ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (Peti).
Yang legal itu sebut saja perusahaan pertambangan, disana tak sembarang orang yang bisa bekerja, harus ada semacam kompetensi yang dibuktikan dengan ijazah yang sesuai bidangnya masing-masing dan atau sertifikat khusus lainnya.
Kompetensi sebagai syarat khusus diatas tidak dimiliki oleh penambang lokal maupun anak-anak mereka, para penambang baik tua atau muda yang secara pendidikan tergolong dalam putus sekolah itu hanya memiliki keahlian dalam mendulang emas, sebab tambang adalah satu-satunya sekolah dan kelas belajar bagi mereka dalam mengarungi kehidupan.
Dengan keahlian itu sebagian kecil dari mereka jadi memiliki kemampuan untuk dapat menyambung pendidikan formal anak-anak mereka sampai ke jenjang perguruan tingga, sebagian besarnya dari jumlah penambang tersebut lebih memilih menjadi tulang punggung keluarga secara umum.
Para penambang tak sedikit yang berkeluh kesah kepada mereka pengambil kebijakan untuk dapat mendorong adanya pertambangan rakyat yang legal secara jangka panjang.Setidaknya, tambang telah jadi sumber kehidupan bagi mereka. Bekerja dengan penuh semangat dan pulang dengan senyuman kepada keluarga yang menunggu di rumah.
Disetiap polemik tambang, dalam raut wajah mereka, lihatlah sebagian besar dari kami yang putus sekolah, hanya ini yang bisa kami kerjakan demi memberi nafkah keluarga yang berada di rumah.
Sedikitnya hasil mendulang emas, jadi biaya sekolah anak – anak penambang.Mereka sedikit dongkol, mengapa orang sekitar tambang tak protes?, melainkan mereka yang jauh banyak lakukan protes atas dasar kerusakan lingkungan.
Tidakkah yang legal pun akan merusak?, apakah yang legal hanya mengumpul emas di dasar tanah?Hidup berdampingan akan jadi solusi.WPR telah terbit, kapan IPR akan terbit?
*Catatan Nasib Penambang*
Oleh: Jundi Dai, SE