HistoriPos.com, Pohuwato — Kasus penganiayaan berat di lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Kilometer 18, Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato, kian menjadi sorotan tajam publik. Hampir sebulan berlalu, proses hukum yang ditangani Polres Pohuwato terkesan stagnan, memicu kecurigaan kuat akan adanya intervensi atau bahkan “negosiasi” di balik layar.
Sudah hampir sebulan berlalu sejak insiden pembacokan dan penembakan yang melukai korban, namun berkas perkara belum juga dilimpahkan ke kejaksaan. Padahal, dalam konferensi pers pada 20 Juni lalu, pihak kepolisian berhasil mengamankan tiga tersangka, termasuk inisial AA alias Lilin, yang disebut-sebut sebagai salah satu pemilik lokasi tambang emas ilegal di Popayato.
Kapolres Pohuwato, AKBP Busroni, melalui Humas Polres, Bripka Dersi Akim, sempat menyatakan bahwa proses penyidikan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
“Silakan menunggu sampai proses persidangan. Di sanalah Anda akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Dersi.
Pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan jurnalis. Seolah-olah ada upaya dari pihak kepolisian untuk menutupi informasi.
“Jangankan Anda sebagai jurnalis, kami pun sebagai Humas hanya bertugas memberitakan kejadian. Untuk prosesnya, kami tidak punya hak sedikit pun mengintervensi sedetail mungkin proses penyidikan. Sekiranya bisa dipahami,” imbuh Dersi, yang semakin memperkuat dugaan ketertutupan informasi.
Kebingungan publik tak berhenti di situ. Salah satu barang bukti krusial, yaitu parang berwarna merah yang diduga digunakan dalam peristiwa penganiayaan, hingga kini belum ditemukan. Selain itu, penerapan pasal untuk kepemilikan senjata api rakitan yang digunakan oleh tersangka menembak korban juga belum ada kepastian.
Ketika dikonfirmasi mengenai detail ini, Dersi Akim kembali enggan memberikan penjelasan.
“Tidak bisa saya sampaikan. Silakan hadir sampai persidangan jika ingin mengetahuinya secara detail. Dalam KUHAP, semua kita lindungi, baik tersangka, korban, maupun saksi-saksi,” ucapnya.
Sikap ini berbanding terbalik dengan janji awal Polres Pohuwato saat konferensi pers. Kala itu, AKBP Busroni mengaku akan menjalankan proses hukum secara terbuka dan menjadikan kasus ini sebagai atensi. Janji tersebut kini terasa hambar di tengah lambatnya proses hukum yang sedang berjalan.
Perkara penganiayaan yang mengakibatkan korban luka dan aksi penembakan yang dilakukan oleh tiga tersangka ini jelas merupakan tindakan kriminal murni. Namun, hingga saat ini, dugaan kuat mengarah pada proses hukum yang jalan di tempat, menimbulkan pertanyaan serius di benak masyarakat: Benarkah ada negosiasi yang menghambat keadilan bagi korban.? (Rh)