HistoriPos.com, Pohuwato — Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Pohuwato, terus beroperasi meski telah ada spanduk larangan yang dipasang oleh Polda Gorontalo. Spanduk yang dipasang pada Jumat, 25 Juli 2025, tersebut secara jelas melarang aktivitas penambangan tanpa izin dan bahkan mencantumkan ancaman hukuman pidana serta denda besar.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pohuwato, Beni Nento, menyatakan keprihatinannya atas pengabaian larangan ini. Beni berencana akan segera meninjau langsung lokasi PETI di Desa Balayo untuk melihat apakah para penambang mengindahkan peringatan tersebut.
“Karena sudah ada larangan di situ, maka kita akan lihat larangan itu diindahkan oleh para penambang atau tidak,” ujar Beni.
Selain memantau kepatuhan penambang, peninjauan ini juga akan difokuskan untuk memastikan status Desa Balayo. Beni Nento akan mengecek apakah wilayah tersebut termasuk dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Jika memang termasuk WPR, Beni akan menelusuri lebih lanjut apakah para penambang di sana sudah memiliki Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang sah.
“Kita akan turun ke sana, kalau itu masuk wilayah pertambangan rakyat kita lihat bagaimana cara pengelolaannya. Seperti apa sikap kita nanti kita akan turun,” tegasnya.
Spanduk larangan dari Polda Gorontalo tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan peringatan tegas mengenai dampak buruk PETI, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan kerusakan lingkungan.
Lebih lanjut, spanduk tersebut mengutip Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Pasal ini dengan jelas menyatakan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah). Peringatan ini ditandatangani oleh Ditreskrimsus Polda Gorontalo.
Meskipun ancaman hukum dan dampak lingkungan telah disampaikan, aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Balayo hingga kini masih terus beroperasi, menimbulkan kerugian negara yang ditaksir tak terhitung lagi. (Rh)

















